Hilal adalah bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya konjungsi (ijtimak, bulan baru) pada arah dekat matahari terbenam. Hilal menjadi penentuan awal bulan dalam kalender Islam (Hijriyah).

penentuan awal bulan

Hilal biasanya diamati pada hari ke-29 dari bulan hijriyah untuk menentukan apakah hari berikutnya sudah terjadi pergantian bulan atau belum. Pengamatan hilal dilakukan oleh para ahli falak (ilmu astronomi Islam) di berbagai lokasi, termasuk di Indonesia.

Secara Bahasa, hilal berasal dari bahasa Arab yang berarti “bulan sabit”. Secara astronomi, hilal adalah fase bulan setelah fase bulan baru (ijtimak) di mana bulan sabit muda pertama kali terlihat. Dan secara syar’I, hilal dimaknai sebagai tanda dimulainya bulan baru dalam kalender Islam.

Di Indonesia sendiri, penentuan awal bulan Hijriah baru ramai dibicarakan menjelang awal bulan Ramadhan dan Syawal, karena adanya perbedaan metode hisab dan rukyat. Hisab adalah perhitungan astronomis untuk menentukan posisi bulan. Sedangkan rukyat adalah pengamatan bulan sabit muda secara langsung.

Penentuan Awal Bulan Ramadhan dengan menggunakan Hisab

Metode penentuan awal bulan ramadhan dengan Hisab menggunakan perhitungan matematis dan astronomis untuk memprediksi posisi bulan. Hisab dapat menentukan kapan bulan baru (hilal) muncul secara astronomis.

Metode Hisab dalam penentuan awal bulan Ramadhan didasarkan pada beberapa dasar, yaitu:

Dalam al-Qur’an disebutkan :

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan Dia telah menentukan manzilah-manzilah (tempat-tempat peredaran)nya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan hisab (perhitungan).” (TQS Yunus ayat 5)

dan

“Dialah yang menjadikan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” (TQS. Al-An’am ayat 96)

Selanjutnya dalam Hadits Nabi Muhammad SAW menerangkan:

“Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika tertutup atas kalian maka perkirakanlah.” (THR. Bukhari dan Muslim)

Dan

“Dari Abdullah bin Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya bulan itu berputar di antara dua puluh sembilan dan tiga puluh hari. Maka perhatikanlah hilal, jika kamu melihatnya maka berpuasalah, dan jika kamu tidak melihatnya maka genapkanlah Sya’ban tiga puluh hari.” (Hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dalam Ilmu falak digunakan untuk menghitung posisi bulan dan matahari dengan rumus-rumus matematis dan astronomis. Perhitungan ini dapat memprediksi kapan bulan baru (hilal) muncul secara astronomis.

Beberapa kriteria yang umumnya digunakan dalam Hisab Wujudul Hilal, diantaranya:

  • Ijtimak (konjungsi)  atau telah terjadi pertemuan antara bulan dan matahari.
  • Ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam.
  • Pada saat matahari terbenam, bulan berada di atas ufuk.

Penentuan Awal Bulan Ramadhan dengan menggunakan Rukyat

Metode ini dilakukan dengan mengamati bulan baru secara langsung di ufuk barat setelah matahari terbenam. Rukyatul Hilal didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa awal bulan dimulai ketika hilal terlihat. Pengamatan dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan bantuan alat bantu optik seperti teleskop.

Metode Rukyat dalam penentuan awal bulan Ramadhan didasarkan pada beberapa dasar, yaitu:

Disebutkan dalam Al-Qur’an:

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah: “Itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi) ibadah haji.” (TQS. Al-Baqarah ayat 189)

Dan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Bukhari Muslim menerangkan:

“Puasalah kalian apabila telah melihat bulan (hilal) dan berbukalah kalian apabila telah melihatnya. Jika cuaca mendung, maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (THR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya pun selalu menggunakan metode rukyat dalam menentukan awal Ramadhan. Dan hal ini diikuti oleh Mayoritas ulama Islam yang menyepakati bahwa rukyat adalah metode yang sah dalam menentukan awal Ramadhan.

Baca Juga:

Berikut beberapa kriteria yang umum yang disepakati dalam Rukyat:

  • Bulan baru (hilal) harus terlihat di atas ufuk barat.
  • Bulan baru (hilal) harus terlihat dengan mata telanjang atau dengan bantuan alat bantu optik.
  • Bulan baru (hilal) harus terlihat oleh dua orang saksi yang adil.

Matla dalam Penentuan awal akhir Ramadhan

Selain itu dalam metode rukyat juga dikenal istilah matla. Matla dalam rukyat mengacu pada zona visibilitas atau batas geografis di mana hilal (bulan sabit muda) berpotensi terlihat. Matla bukan jarak yang tetap, tetapi bergantung pada beberapa faktor, seperti:

  • Posisi Bulan, Posisi bulan di langit menentukan ketinggian dan azimuthnya, yang memengaruhi visibilitasnya.
  • Usia bulan, Semakin tua usia bulan, semakin besar dan mudah terlihat.
  • Kondisi atmosfer, atmosfer yang jernih dan bebas polusi meningkatkan peluang untuk melihat hilal.

Beberapa Matla dalam rukyat hilal

  • Matla’ Global, Seluruh bumi dianggap sebagai satu zona visibilitas. Jika hilal terlihat di mana saja di bumi, maka bulan baru dimulai untuk semua wilayah.
  • Matla’ Lokal, Area yang lebih kecil, biasanya sekitar 24 farsakh (133 km), dianggap sebagai zona visibilitas. Jika hilal terlihat di area lokal ini, maka bulan baru dimulai untuk wilayah tersebut.
  • Matla’ Wilayatul Hukmi, Zona visibilitas ditentukan berdasarkan batas politik. Jika hilal terlihat di wilayah suatu negara, maka bulan baru dimulai untuk seluruh negara.

Konsep matla penting dalam rukyat karena beberapa alas an Objektivitas, kesepakatan, dan keadilan. Matla membantu menentukan wilayah di mana hilal berpotensi terlihat, sehingga meningkatkan objektivitas proses rukyat. Penetapan matla membantu mencapai kesepakatan di antara umat Islam tentang awal bulan Hijriah. Matla memastikan bahwa semua wilayah memiliki kesempatan yang sama untuk melihat hilal.

Sidang Isbat

Pemerintah Indonesia sendiri dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan kerap menggunakan kombinasi kedua metode tersebut melalui sidang isbat. Dalam Sidang Isbat Pemerintah mengundang para ahli astronomi, pakar fikih, dan perwakilan ormas Islam untuk mengkaji hasil hisab dan laporan rukyatul hilal dari berbagai lokasi di Indonesia.

Sidang isbat dilakukan untuk menjaga persatuan umat Islam di Indonesia. Hal ini juga untuk menghindari perbedaan pendapat dan kesimpangsiuran dalam menjalankan ibadah puasa.

Penentuan awal bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal merupakan proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek. Bahkan sekalipun pemerintah telah menyelenggarakan sidang isbat, perbedaan dalam memulai dan mengakhiri Ramadhan di Indoneis masih bisa terjadi.

Eksplorasi konten lain dari Ariefrd.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca