Risiko Bunuh Diri – Individu merupakan makhluk yang unik. Perilaku individu untuk bunuh diri ditentukan oleh kelemahan atau kekuatan jiwa individu tersebut dan situasi kehidupan yang mereka alami.
Bunuh diri merupakan interaksi yang kompleks dari faktor-faktor genetik, organobiologik, psikologi, dan sosiokultural. Faktor-faktor tersebut dapat saling menguatkan atau melemahkan terjadinya tindakan bunuh diri pada seorang individu. Sampai saat ini belum didapatkan penyebab yang pasti dari bunuh diri.
Beberapa faktor yang mempengaruhi bunuh diri antara lain: kurang tahan terhadap frustasi; cepat marah (hostilitas tinggi); sering mengalami konflik interpersonal dengan anggota keluarga atau teman; mengalami masalah kesehatan jiwa (depresi, skizofrenia, gangguan afektif); penyalahgunaan alkohol atau NAPZA lainnya; menderita penyakit kronis atau sakit terminal (misalnya penyakit kanker, HIV/AIDS); dan faktor lingkungan lainnya.
Faktor Risiko Bunuh Diri
Berbagai faktor dapat meningkatkan risiko bunuh diri. Baik individu dengan masalah kesehatan mental, keluarga dengan riwayat bunuh diri, maupun masyarakat dengan kondisi sosial yang sulit dapat menjadi pemicu.
Individu dengan Risiko Tinggi
Individu dengan masalah mental, seperti depresi atau mereka yang pernah mencoba bunuh diri sebelumnya memiliki kerentan lebih dibanding individu lainnya. Berikut beberapa masalah pada individu yang dapat menimbulkan risiko tinggi melakukan bunuh diri:
- Kehilangan status pekerjaan dan mata pencaharian.
- Kehilangan sumber pendapatan secara mendadak karena migrasi, gagal panen, krisis moneter, kehilangan pekerjaan, bencana alam.
- Kehilangan keyakinan diri dan harga diri.
- Merasa bersalah, malu, tak berharga, tak berdaya, dan putus asa.
- Mendengar suara-suara gaib dari Tuhan untuk bergabung menuju surga.
- Mengikuti kegiatan sekte keagamaan tertentu.
- Menunjukkan penurunan minat dalam hobi, seks dan kegiatan lain yang sebelumnya dia senangi.
- Memiliki riwayat percobaan bunuh diri sebelumnya.
- Sering mengeluh adanya rasa bosan, tak bertenaga, lemah, dan tidak tahu harus berbuat apa.
- Mengalami kehilangan anggota keluarga akibat kematian, tindak kekerasan, berpisah, putus hubungan.
- Pengangguran dan tidak mampu mencari pekerjaan khususnya pada orang muda.
- Menjadi korban kekerasan rumah tangga atau bentuk lainnya khususnya pada perempuan.
- Mengalami konflik berkepanjangan dengan diri sendiri, atau anggota keluarga.
- Individu dengan risiko tinggi ini umumnya menunjukkan perilaku tertentu.
- Perilaku tersebut adalah kurangnya minat dalam kehidupan dan adanya kebimbangan terhadap hidup atau mati (bersifat ambivalen).
- Sebagian besar individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi, skizofrenia, gangguan afektif, penyalahgunaan alkohol/NAPZA lainnya, menunjukkan berbagai gejala yang spesifik yang dapat diidentifikasi terhadap penyakitnya.
Individu dengan risiko bunuh diri seringkali mengalami gejala seperti depresi berat, kecemasan, perasaan putus asa, dan pikiran untuk mengakhiri hidup, termasuk perubahan perilakunya.
Gejala umum yang ditemukan pada orang yang mempunyai kecenderungan bunuh diri.
- Merasa sedih
- Sering menangis
- Cemas dan gelisah
- Perubahan mood (senang berlebihan sampai sedih berlebihan)
- Perokok dan peminum berat
- Gangguan tidur yang persisten atau berulang
- Mudah tersinggung, bingung
- Menurunnya minat dalam kegiatan sehari-hari
- Sulit mengambil keputusan
- perilaku menyakiti diri
- mengalami kesulitan hubungan dengan pasangan hidup atau anggota keluarga lain
- menjadi sangat fanatik terhadap agama atau jadi atheis
- membagikan uang atau barangnya dengan cara yang khusus
Baca juga:
Keluarga dengan Risiko Tinggi Bunuh Diri
Terdapat pula sejumlah keluarga yang berisiko tinggi untuk melakukan bunuh diri. Karena keluarga berada dalam keadaan krisis, maka gejala yang terdapat pada salah seorang anggota keluarga tidak dapat terlihat oleh anggota keluarga lainnya.
Keluarga dengan risiko tinggi bunuh diri mempunyai ciri:
- Mempunyai anggota keluarga dengan gangguan jiwa atau sakit berat, penyakit stadium terminal atau mempunyai anak yang cacat.
- Sedang berkabung
- Hidup bersama dengan seseorang yang mengalami ketergantungan alkohol atau kecanduan NAPZA
- Terdapat anggota keluarga yang pernah berusaha atau telah melakukan bunuh diri pada masa yang lalu
- Hubungan dalam keluarga yang retak atau keadaan emosi yang terganggu
- Penghasilan sangat rendah, pengangguran (kehilangan pekerjaan mendadak)
- Hidup dalam lingkungan yang berbahaya (kriminal atau tidak aman)
- Baru saja pindah ke daerah perkotaan dan hidup dalam situasi tanpa adanya dukungan sosial.
Masyarakat dengan Risiko Tinggi Bunuh Diri
Dapat diidentifikasi pula masyarakat atau lokasi atau tempat spesifik yang diidentifikasikan sebagai area geografis dengan kecenderungan bunuh diri yang tinggi.
Tempat tersebut adalah :
- Kantong-kantong tertentu dalam area geografis dengan angka bunuh diri yang tinggi.
- Masyarakat ekonomi miskin (populasi di daerah kumuh dan migran).
- Masyarakat yang sering mengalami bencana alam (banjir, badai, gunung meletus dan tanah longsor).
- Masyarakat petani yang mengalami gagal panen.
- Daerah dengan masyarakat yang mengalami kekerasan politik dan sosial.
- Masyarakat dengan angka prostitusi, tindak kekerasan, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan NAPZA lainnya yang tinggi.
- Tempat risiko tinggi tertentu seperti penjara, kantor polisi, tempat terpencil, hotel dan bahkan rumah sakit.
Ketahanan dalam mencegah Risiko Bunuh Diri
Meskipun memiliki faktor risiko, keputusan untuk melakukan tindakan bunuh diri dipengaruhi oleh ketahanan (diri) seseorang. Ketahanan tersebut antara lain adalah daya tahan biologis; daya tahan psikologis; dan daya tahan sosiokultural.
Termasuk sebagai ketahanan biologi adalah kondisi zat kimia otak (neurotransmiter) yang mempengaruhi mudah tidaknya seseorang mengalami depresi.
Adapun yang menjadi ketahan psikologis diantaranya yaitu: kematangan kepribadian. Persepsi subjektif menghadapi stressor yang dialami (misalnya mempersepsi kematian dari pasangan yang dicintainya sebagai cobaan yang harus ia lewati atau sebaliknya sebagai keruntuhan dunianya).
Kemampuan adaptasi terhadap problem kehidupan atau menghadapi stresor yang dialaminya. Fleksibilitas menghadapi permasalahan kehidupannya.
Sedangkan daya tahan sosiokultural dapat meliputi peran dalam keluarga dan Masyarakat; Ikatan atau keakraban dalam keluarga dan Masyarakat; dan penghargaan dan ketaatan terhadap agama.
Penyebab bunuh diri adalah multi faktor, sehingga penanggulangan faktor risikonya pun harus dengan pendekatan berbagai sudut yakni blokor psikologi, sosial-budaya, dan religi. Dengan mengenali faktor risiko bunuh diri, sangat mungkin bunuh diri dapat dicegah.
- Kami sangat senang bisa menyempatkan waktu di tengah kesibukan yang padat untuk membuat konten seperti ini.
- Masukan dan kontribusi kamu sangat berarti bagi kami.
- Jika kamu ingin menyampaikan masukan atau berbagi tulisan atas pengetahuan, pengalaman, serta informasi positif lainnya di website ariefrd.id, kamu bisa mengirimkan melalui email dibawah.
- Jika kamu suka dengan konten kami dan ingin memberikan donasi, silakan klik tombol hijau “beri dukungan”.
Semoga kita dapat bersama-sama membantu dalam membangun masyarakat yang lebih baik, dengan berbagi tulisan. Karena berbagi berarti berkehidupan! Sekali lagi, terima kasih banyak atas dukungannya, dan saya berharap semua aktivitas yang kita jalankan saat ini berjalan dengan baik dan dalam penyertaan yang ALLAH Yang Maha Kuasa. Salam SUKSES untuk Kita semua!
—
Sumber: Modul Penanganan Faktor Bunuh Risiko Bunuh Diri, Tim Penanganan dan Penanggulangan Bunuh Diri Kabupaten Gunungkidul.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.