Yogyakarta – Kebutuhan akan paralegal menjadi satu catatan dari IWIL OXFAM. OXFAM merupakan salah satu Ormas (Organisasi Kemasyarakatan) Asing yang beraktivitas di Indoneisa. Oxfam sendiri merupakan organisasi nirlaba yang berasal dari Inggris. Fokus utama dari Oxfam yaitu pembangunan penanggulangan bencana dan advokasi, serta berupaya untuk mengurangi penderitaan di seluruh dunia. Secara umum organisasi ini beraktivitas di 98 negara.
Closing Project IWIL
OXFAM mengadakan closing project IWIL (Indonesian Womens In Leaderships) pada Rabu, 14 Juni 2023 bertempat di Hotel Phoniex Yogyakarta. Terdapat beberapa pilar kegiatan dalam program IWIL – OXFAM di Indonesia diantaranya mengenai Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (WEE), Kepemimpinan pada Perempuan (WL), dan Upaya penghapusan kekerasan pada perempuan (GEV).
Sesi Panel Mitra
Masing-masing pilar kegiatan IWIL-OXFAM diberikan sesi panel. Beberapa mitra lokal OXFAM menjadi panelis dalam kegiatan tersebut untuk menyampaikan capaian beserta kendala dan tantangan yang dihadapinya.
Kemudian juga terdapat penanggap dari pihak Pemerintah, diantaranya dari Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi; Kementerian Koperasi dan UKM: serta Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Peserta dan Undangan
Pada kesempatan tersebut, hadir juga sebagai peserta dan undangan Pemerintah Desa/Lokal di wilayah kerja OXFAM (di NTB dan NTT), perwakilan beberapa Kementerian/Lembaga, dan Mitra kerja dan Mitra dialog OXFAM di Indonesia. Closing project tersebut sekaligus dijadikan ajang pembelajaran dari capaian yang diperoleh dari masa lima (5) tahun Project IWIL – OXFAM sebagai pembelajaran bersama bagi para pihak terkait.
Kebutuhan Akan Paralegal
Salah satu hal yang menarik bagi saya pada kesempatan itu adalah mulai maraknya kebutuhan akan paralegal melalui peningkatan kapasitas bagi masyarakat, khususnya perempuan untuk ‘melek’ atau ‘terlibat’ dalam pemberian bantuan hukum atau menjadi paralegal, termasuk oleh penyandang disabilitas.
Apa itu Paralegal ?
Paralegal adalah istilah yang muncul pada Undang-undang nomor 16 Tahun tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Sacara umum, paralegal dapat diartikan sebagai orang yang sudah terlatih dan memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bidang hukum sehingga dapat menyelesaikan masalah hukum bagi orang disekitarnya atau komunitasnya. Namun istilah ini baru mulai popular beberapa tahun belakangan ini.
Baca juga:
- Merangkul Korban Penyalahgunaan Narkoba Berperilaku Positif
- Kesehatan Jiwa: Prinsip-Prinsip Pelayanan Psikologis Kepada Penyintas Bencana
Menerawang Angkasa Lalu
Saya pun berkaca satu dekade kebelakang (2012), ketika masih terjun langsung mendampingi pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS), atau yang dulu dikenal dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dalam terminology Kementerian Sosial, atau beneficieries (penerima manfaat/PM) atau klien dalam pekerjaan sosial saat itu.
Pada masa itu, sekalipun kami sebagai pendamping sosial yang salah satu tugasnya adalah melakukan advokasi terhadap dampingan. Pun telah dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan mengenai pendampingan dan aturan perundang-undangan dan konvensi internasional terkait melalui pelatihan dan bimbingan teknis.
Termasuk dibekali dengan identitas diri (surat tugas, kartu pengenal, bahkan seragam lapangan) sebagai perlengakapan bertugas masih saja tidak atau belum mendapat pengakuan dari pihak aparat penegak hukum baik di kepolisian maupun peradilan. Seolah peran yang kami lakukan saat itu layaknya calo yang memanfaatkan situasi yang ada.
Pengusiran oleh hakim
Pernah dalam satu waktu keluarga dampingan diminta untuk melakukan sidang itsbat untuk meyakinkan bahwa perkawinan mereka sah sebelum terbitnya akta/buku nikah. Hal ini diperlukan untuk pembuatan akta lahir anak mereka yang sudah mulai masuk sekolah. Karena mereka tidak ingin dalam akte lahir sang anak hanya tertera nama ibunya saja.
Singkatnya semua persyaratan administrasi sidang itsbat telah selesai diurus dengan kami dampingi. Ketika waktu pemanggilan siding tiba, kami meyakinkan dampingan untuk santai, menjawab kondisi yang sebenarnya dan menjelaskan bahwa kemungkinan kami tidak diperkenankan ikut persidangan, dampingan tetap merasa perlu untuk didampingi dalam ruang persidangan.
Al hasil, sidang itsbat terhadap dampingan berjalan lancar. Namun dengan didahului oleh drama ‘pengusiran’ dan ‘pengizinan’ hakim terhadap kami untuk dapat menemani dampingan di ruang sidang. Padahal kehadiran dan keberadaan kami disana hanya untuk duduk saja diam dibelakang dampingan untuk meyakinkannya bahwa secara fisik kami ada.
Tapi karena, entah memang SOP yang berlaku saat itu. Entah karena memang belum tersosialisasi dengan baik mengenai kebutuhan akan paralegal. Entah karena belum ada sosialisasi terhadap para hakim. Atau yang kami juga tidak tahu. Intinya karena kami dianggap bukan pengacara dari dampingan (yang akan menjalani sidang itsbat), maka pada saat kami masuk dan ingin menyampaikan sesuatu yang tertinggal kepada dampingan diusirlah kami dari ruangan.
Situasi tersebut malah membuat dampingan tidak nyaman, dan hakim seperti melihat kegelisahan dalam diri dampingan, sehingga mempersilakan kami untuk duduk mendampingi dampingan.
Masuk Sel Kepolisian
Lain lagi dengan cerita rekan kami. Saat itu dia bertugas melakukan pendampingan terhadap anak yang berhadapan/berkonflik dengan hukum (ABH). Karena membela kepentingan anak diantara anak yang berkonflik dengan hukum, sampai pada akhirnya dia harus diamankan dan dimasukan dalam sel tahanan kepolisian.
Sampai pihak Kementerian Sosial selaku pemberi tugas, turun berkoordinasi dengan pihak kepolisian setempat. Sehingga pihak kepolisian memahami posisi rekan kami yang tengah menjalankan tugas sebagai pendamping dari anak yang berhadapan/berkonflik dengan hukum dan akhirnya membebaskannya.
Itu adalah sedikit kisah kami saat bertugas sebagai pendamping sosial yang dihadapkan pada advokasi termasuk hukum terhadap dampingan. Ketika harus berhadapan dengan aparat penegak hukum sebagai muara dari penerapan norma hukum positif di Indonesia.
Dimana pada saat itu belum marak atau dikenal luas istilah dan kebutuhan akan paralegal atau pihak yang membantu akses bantuan atau penyelesaian hukum bagi masyarakat yang memerlukannya. Bahkan hal itu terjadi ketika aktivitas kami ada di Yogyakarta.
Semangat Kepedulian Terus Berkobar
Maju sedikit di tahun 2017. Ada sedikit cerita juga ketika kami bertemu dengan salah satu relawan sosial dan Lembaga yang menangangi keluarga di salah satu kabupaten Jawa Tengah.
Ketika kami tanyakan, apa yang akan dilakukan jika mendapati dampingan memiliki konflik dengan hukum? jawabnya akan di dampingi.
Lalu ketika lanjut kami tanya, adakah advokat yang tergabung dalam Lembaga tersebut atau ada Kerjasama dengan salah satu Lembaga bantuan hukum disana? jawabnya tidak ada.
Kami pun menjadi penasaran dan ingin tahu bagaimana cara mendampinginya dalam hal advokasi hukum jika demikian? Ketika ditanya hal tersebut, jawabnya pokoknya akan kami dampingi, karena menjadi komitmen kami untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dampingannya.
Tentu kami tidak membenarkan upaya-upaya ‘konyol’. Tentu setiap penanganan kemanusiaan diperlukan adanya kompetensi. Dan Ketika memiliki suatu kompetensi, tentu juga ada jenjang dan batas kewenangannya.
Catatan Akhir
Ingin kami garis bawahi, banyak pihak yang masih peduli terhadap berbagai penyelesaian masalah baik dalam bidang sosial, maupun lainnya. Tetapi dalam penyelesaiannya, terkendala dan ternyata juga harus berhadapan atau berkonflik dengan hukum.
Tentu upaya penangganan masalah suatu hukum harus ditangani oleh orang atau lembaga yang memiliki kompetensi dalam bidangnya. Namun untuk dapat sampai mengakses bantuan hukum dari pihak terkait, diperlukan tenaga-tenaga penghantar yang dibekali oleh pengetahuan, keterampilan termasuk jaringan dengannya. Termasuk menyelesaikan masalah sesuai norma hukum yang ada dari level terkecil. Dan itulah mengapa kebutuhan akan paralegal menjadi penting.
Ketika dibuka ruang-ruang diskusi, bimbingan dan pelatihan untuk meningkatkan kualifikasi para pendamping, masyarakat atau mereka yang peduli terhadap penyelesaian suatu masalah hukum sebagai kebutuhan akan paralegal oleh institusi atau Lembaga hukum, diharap akan semakin terbuka akses terciptanya keadilan di tengah masyarakat dan akses penyelesaian masalah-masalah hukum yang tepat dari level sedini mungkin.
Eksplorasi konten lain dari Ariefrd.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.