Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, memegang peran kunci dalam pembangunan nasional. Keluarga juga menjadi fondasi utama untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing.  Pembangunan keluarga yang holistik—meliputi aspek kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sosial—merupakan agenda penting dalam upaya membentuk generasi unggul yang mampu bersaing di era global.

pembangunan keluarga dan ketahanan keluarga
by Freepik

Untuk itu strategi dan program yang dijalankan seperti pencegahan stunting, akses pendidikan inklusif, pemberdayaan ekonomi keluarga, serta penguatan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan menjadi krusial untuk mendapatkan perhatikan. Dengan pendekatan yang terintegrasi, diharapkan setiap keluarga dapat menjadi pilar kokoh dalam mendorong kemajuan bangsa.

Mengapa Pembangunan Keluarga Penting?

Keluarga yang sejahtera merupakan pondasi dasar bagi terciptanya generasi yang sehat, terdidik, dan produktif. Namun, hingga saat ini berbagai tantangan masih menghambat upaya mewujudkan hal tersebut.

Masalah stunting, tingginya angka kematian bayi pada 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK), serta kesenjangan gender menjadi isu kritis yang memerlukan perhatian serius. Tanpa penanganan yang komprehensif, masalah-masalah ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup individu, tetapi juga menghambat kemajuan bangsa secara keseluruhan.

Meningkatkan akses layanan kesehatan dan pendidikan

Pendekatan yang terintegrasi sangat diperlukan dalam pembangunan keluarga. Langkah pertama adalah meningkatkan akses layanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas. Sehingga setiap anggota keluarga memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Memperkuat ekonomi keluarga

Penguatan ekonomi keluarga melalui pengembangan kewirausahaan dan perluasan lapangan kerja juga menjadi faktor penting dalam menciptakan kemandirian finansial. Dengan ekonomi yang stabil, keluarga dapat memenuhi kebutuhan dasar sekaligus berinvestasi untuk masa depan anak-anak mereka.

Membangun dan memperkuat ketahanan keluarga melalui pendekatan multidimensi

Pembangunan keluarga juga harus mencakup aspek multidimensi, seperti agama, sosial, psikologis, dan lingkungan, untuk memperkuat ketahanan keluarga. Nilai-nilai keagamaan dan budaya dapat menjadi landasan moral. Sementara dukungan sosial dan psikologis membantu keluarga menghadapi dinamika kehidupan modern.

Menurunkan angka fertilitas (TFR), kematian bayi (AKB), dan stunting

Di sisi lain, upaya menurunkan angka fertilitas (TFR), kematian bayi (AKB), dan stunting perlu terus digencarkan melalui program-program berbasis edukasi dan layanan kesehatan yang terjangkau.

8 Dimensi Pembangunan Keluarga yang Komprehensif

Pembangunan keluarga yang komprehensif memerlukan pendekatan holistik yang saling terkait, mencakup 8 dimensi keluarga sebagai kerangka utuh dalam menciptakan ketahanan keluarga. Kedelapan dimensi tersebut meliputi aspek legalitas, agama, sosial-budaya, psikologis, kesehatan, pendidikan, ekonomi, serta lingkungan.

  • Dimensi Legalitas, Dimensi ini menjadi pondasi dengan indikator seperti kepemilikan dokumen kependudukan (akta kelahiran, KTP, kartu keluarga) oleh seluruh anggota keluarga.
  • Dimensi Agama, hal ini misalnya dapat diukur dari praktik ibadah rutin dan toleransi antarumat beragama.
  • Dimensi Sosial Budaya, melihat bagaimana keterlibatan sebuah keluarga dalam gotong royong dan pelestarian tradisi.
  • Dimensi Psikologis, dapat melihat dari seberapa fokus pada keharmonisan, dengan indikator minimnya kasus KDRT dan frekuensi interaksi seperti makan bersama minimal 5 kali seminggu.
  • Dimensi Kesehatan, mencakup perilaku hidup bersih dan gizi seimbang.
  • Dimensi Pendidikan, melihat dari angka partisipasi sekolah 12 tahun dan literasi digital dari suatu keluarga, termasuk untuk belajar daring.
  • Dimensi Ekonomi, menekankan kemandirian finansial bisa dengan indikator seperti kepemilikan tabungan darurat dan akses kredit UMKM.
  • Dimensi Lingkungan, dapat diukur dari ketersediaan sanitasi layak (seperti memiliki jamban yang sehat) dan partisipasi dalam penghijauan.

Dengan mengintegrasikan seluruh dimensi ini, keluarga tidak hanya menjadi unit yang mandiri, tetapi juga mampu berkontribusi pada pembangunan SDM yang unggul dan berkelanjutan. Sinergi antardimensi ini menjadi kunci untuk mengatasi tantangan multidimensi yang dihadapi keluarga modern, sekaligus mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin.

Tantangan dan Isu Strategis Pembangunan Keluarga dan Ketahanan Keluarga

Meskipun upaya pembangunan keluarga dan ketahanan keluarga memiliki tujuan yang ambisius, pelaksanaannya masih dihadapkan pada berbagai kendala yang kompleks.

Kekerasan dalam Keluarga

Kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi masalah serius yang mengancam ketahanan keluarga. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terus meningkat, baik secara fisik, psikis, maupun seksual.

Dampaknya tidak hanya merusak keharmonisan keluarga tetapi juga meninggalkan trauma jangka panjang pada korban, terutama anak-anak yang menjadi saksi atau korban langsung. Tantangan terbesar adalah mengubah pola pikir masyarakat yang sering menganggap kekerasan sebagai urusan privat sehingga banyak kasus tidak terlaporkan.

Perubahan Sosial

Perkembangan zaman membawa perubahan nilai dan norma dalam masyarakat yang turut mempengaruhi dinamika keluarga. Urbanisasi dan individualisme modern telah mengurangi ikatan kekeluargaan yang dulu erat.

Keluarga kini lebih terfragmentasi, dengan anggota keluarga yang sibuk dengan urusan masing-masing. Pergeseran ini membuat fungsi keluarga sebagai penyangga moral dan sosial semakin melemah, sehingga diperlukan adaptasi dalam membangun ketahanan keluarga di era kontemporer.

Perubahan Struktur Keluarga

Struktur keluarga tradisional dengan ayah sebagai pencari nafkah dan ibu mengurus rumah tangga kini terus berubah. Maraknya keluarga dengan orang tua tunggal, pasangan tanpa anak, atau keluarga dengan orang tua bekerja keduanya menciptakan pola baru dalam sistem keluarga.

Baca juga : Peran Orang Tua dalam Mencegah Depresi pada Anak

Perubahan ini membutuhkan penyesuaian dalam kebijakan dan program pembangunan keluarga. Sehingga kebutuhan dan tantangan yang dihadapi setiap struktur keluarga menjadi semakin beragam dan kompleks.

Perubahan Pola Pengasuhan

Tuntutan ekonomi membuat banyak orang tua harus bekerja, sehingga waktu untuk pengasuhan anak seringkali berkurang. Anak-anak lebih banyak diasuh oleh pengasuh atau menghabiskan waktu dengan gadget.

Pola pengasuhan yang berubah ini berpotensi menimbulkan masalah seperti kurangnya kedekatan emosional antara orang tua dan anak, serta perkembangan karakter anak yang kurang optimal. Tantangannya adalah bagaimana menciptakan sistem pengasuhan yang berkualitas meski waktu orang tua terbatas.

Pengaruh Globalisasi

Arus globalisasi membawa budaya asing yang cepat masuk melalui media dan teknologi, mempengaruhi nilai-nilai dalam keluarga. Anak-anak terpapar konten dan gaya hidup yang belum tentu sesuai dengan norma lokal.

Tantangan terbesarnya adalah bagaimana keluarga dapat menyaring pengaruh negatif globalisasi sambil tetap memanfaatkan kemajuan teknologi untuk hal positif. Namun tanpa kehilangan identitas dan nilai-nilai luhur yang selama ini dijunjung.

Kesenjangan Gender

Meski kesetaraan gender semakin didengungkan, dalam praktiknya masih banyak ketimpangan dalam keluarga. Perempuan seringkali dibebani peran ganda sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga, sementara laki-laki kurang terlibat dalam urusan domestik.

Kesenjangan ini tidak hanya menciptakan beban berlebih bagi perempuan tetapi juga menghambat potensi anggota keluarga untuk berkembang secara optimal. Untuk itu perlu upaya terus-menerus untuk mendorong pembagian peran yang lebih adil dalam keluarga.

Keterbatasan Sarana Prasarana Ramah Keluarga

Pembangunan keluarga sering terkendala oleh minimnya fasilitas pendukung yang ramah keluarga. Di banyak daerah, masih kurang tersedia ruang publik yang mendukung interaksi keluarga seperti taman bermain anak, pusat konseling keluarga, atau fasilitas olahraga terjangkau.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di berbagai wilayah juga belum sepenuhnya menyediakan layanan khusus untuk kesehatan reproduksi dan mental keluarga. Padahal, sarana prasarana yang memadai sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penguatan ketahanan keluarga.

Koordinasi Antarlembaga yang Masih Kurang Efektif

Program pembangunan keluarga sering kali tumpang tindih akibat kurang sinerginya koordinasi antarinstansi pemerintah. Dimana masing-masing instansi memiliki indikator dan mekanisme kerja berbeda, serta pengimplementasiannya juga belum terintegrasi dengan baik.

Hal ini justru menimbulkan inefisiensi. Bahkan di lapangan, hal ini dapat menyebabkan kebingungan masyarakat dalam mengakses bantuan dan program yang seharusnya saling melengkapi.

Keterbatasan Anggaran untuk Sektor Keluarga

Alokasi anggaran untuk program pembangunan keluarga masih relatif kecil dibandingkan kebutuhan riil di masyarakat. Anggaran yang terbatas ini berdampak pada tidak optimalnya program-program penting seperti pendidikan parenting, layanan konseling keluarga, dan pemberdayaan ekonomi keluarga. Padahal, investasi di sektor keluarga seharusnya menjadi prioritas mengingat dampak jangka panjangnya terhadap kualitas sumber daya manusia.

Solusi untuk Mengatasi Tantangan

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan pendekatan yang inovatif dan kolaboratif.

Pendekatan Bottom-Up Melalui FGD di Desa

Pemerintah dapat mengadakan forum diskusi kelompok terfokus (FGD) secara rutin di tingkat desa untuk menjaring aspirasi masyarakat tentang kebutuhan keluarga. Misalnya melibatkan kader PKK, tokoh agama, dan perwakilan keluarga muda untuk membahas masalah stunting dan pengasuhan anak. Pendekatan seperti ini dapat lebih memastikan program tepat sasaran karena dirancang oleh dan untuk masyarakat setempat.

Edukasi Parenting Berbasis Digital

Pemanfaatan teknologi digital dapat juga dijadikan media alternatif. Penggunaan platform edukasi parenting dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang pengasuhan anak dan kesehatan reproduksi.

Pada aplikasi misalnya menyediakan konten video tutorial pengasuhan anak, konsultasi online dengan ahli gizi, serta forum diskusi antarorang tua. Teknologi digital memecah hambatan geografis dan memungkinkan akses informasi berkualitas kapan saja.Dengan begitu, informasi dapat diakses secara lebih merata dan efektif.

Harmonisasi Regulasi Tingkat Daerah

Tidak kalah pentingnya adalah penguatan regulasi hingga tingkat daerah. Perlu adanya payung hukum yang jelas, seperti Peraturan Daerah tentang Ketahanan Keluarga, untuk memastikan komitmen semua pihak dalam mendukung pembangunan keluarga yang berkelanjutan.

Dimana didalam peraturan didukung langkah-langkah konkret dan jelas. Dengan solusi-solusi ini, diharapkan tantangan yang ada dapat diatasi secara bertahap dan terwujud keluarga yang tangguh dan sejahtera.

Peran Aktif Masyarakat dalam Pembangunan Keluarga

Pembangunan keluarga yang berkelanjutan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Tetapi juga membutuhkan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam berbagai program dan kegiatan dapat mempercepat terwujudnya keluarga yang tangguh, sejahtera, dan berkualitas.

Dengan kesadaran dan partisipasi yang tinggi, masyarakat dapat menjadi agen perubahan yang mendorong kemajuan di tingkat keluarga maupun komunitas.

Mengikuti kelas parenting di Pusat Pembelajaran Keluarga

Salah satu bentuk kontribusi nyata masyarakat adalah dengan mengikuti kelas parenting di Pusat Pembelajaran Keluarga. Melalui kegiatan ini, para orang tua dapat memperoleh pengetahuan tentang pengasuhan anak, kesehatan reproduksi, dan pengelolaan keuangan keluarga.

Di beberapa daerah, kelas parenting telah membantu mengurangi angka kekerasan pada anak dan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya stimulasi dini bagi tumbuh kembang balita.

Bergabung dalam pembinaan keluarga atau kegiatan untuk pemberdayaan ekonomi

Selain itu, masyarakat juga dapat berperan aktif dengan bergabung dalam berbagai program atau kegiatan pemberdayaan ekonomi bagi keluarga. Kelompok-kelompok ini tidak hanya memberikan pelatihan keterampilan, tetapi juga menjadi wadah untuk saling berbagi pengalaman dan membangun jejaring sosial.

Baca juga : Perlindungan Sosial dan Care Ekonomi: Sebuah Sinar Harapan Dalam Pekerjaan Sosial

Memanfaatkan berbagai layanan  dengan pendekatan keluarga

Masyarakat dapat juga memanfaatkan berbagai layanan berbasis pendekatan keluarga yang disediakan pemerintah, seperti Posyandu, layanan kesehatan reproduksi, atau program Keluarga Harapan (PKH). Dengan memanfaatkan layanan ini, keluarga dapat memperoleh akses kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial yang lebih baik. Partisipasi aktif dalam Posyandu  dapat menurunkan angka stunting di beberapa wilayah melalui pemantauan gizi dan imunisasi rutin.

Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca tulisan ini! Jika Anda ingin berbagi pengetahuan atau pengalaman, silakan kirimkan tulisan kamu ke alamat email dibawah. Semoga kita dapat terus bekerja sama dalam membangun masyarakat yang lebih baik.

Sekali lagi, terima kasih banyak atas dukungannya. Saya berharap semua aktivitas yang kita jalankan saat ini berjalan dengan baik dan dalam penyertaan yang ALLAH Yang Maha Kuasa.

Salam SUKSES dan SEHAT untuk Kita semua! karena peran serta masyarakat tidak hanya sekedar mendukung keberhasilan program pembangunan keluarga, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi tumbuh kembang setiap anggota keluarga. Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mewujudkan keluarga Indonesia yang unggul dan memiliki kualitas hidup yang baik untuk kemajuan bangsa di masa depan.

Eksplorasi konten lain dari Ariefrd.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca