Istilah Predisposisi dan Presipitasi Bunuh Diri
Seseorang bisa saja melakukan tindakan bunuh diri untuk mengakhiri hidupnya. Lalu timbul pertanyaan di benak kita, bukankah kematian adalah suatu kepastian? Agar kita tidak memvonis dengan pernyataan yang menyalahkan atau menghukum. Kita perlu mengenal istilah predisposisi dan presipitasi.
Predisposisi bunuh diri
Predisposisi bunuh diri adalah faktor yang mendasari seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Bisa karena faktor kepribadian, faktor sosial, penyakit fisik, gangguan jiwa sebelumnya, atau dinamika kehidupan yang dialami seseorang. Sehingga faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap cara pandangnya menghadapi permasalahan.
Presipitasi bunuh diri
Presipitasi bunuh diri adalah faktor atau peristiwa pencetus yang memicu seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Mungkin saja seseorang sudah ada faktor predisposisi namun belum ada pencetus untuk mewujudkan niatnya.
Karakteristik Sebelum Melakukan Tindakan Bunuh Diri
Ambivalen
Keragu-raguan untuk mengambil Tindakan bunuh diri atau tidak. Hal ini ditandai dengan Kekakuan pikiran bahwa bunuh diri adalah satu-satunya jalan keluar.
Baca Juga: Fenomena Bunuh diri di Gunungkidul: 7 Aspek Yang Perlu Dikaji!
Impulsivitas
Dorongan bertindak tanpa berpikir. Hal ini ditunjukan dengan :
- memiliki pemikiran, perasaan dan tindakan yang terbatas;
- terus menerus berpikir mengenai bunuh diri dan tidak sanggup memikirkan jalan keluar lain dari masalahnya;
- berpikir secara drastis bahwa bunuh dirilah yang mengakhiri dan menyelesaikan akumulasi dari persoalan-persoalan yang terjadi;
- menganggap bunuh diri bisa menghindarkan mereka dari stres, frustasi dan depresi.
Impulsif
Mereka berpikir secara drastis bahwa bunuh diri akan mengakhiri dan menyelesaikan semua akumulasi dari persoalan-persoalan yang terjadi. Mereka menganggap bunuh diri bisa menghindarkan mereka dari stres, frsutasi dan depresi.
Dari tiga faktor tersebut yang paling penting diwaspadai adalah impulsivitas. Impulsivitas mungkin berlangsung beberapa saat saja. Tetapi ketika sarana dan prasarana tersedia dan kesempatan itu ada, sangat mungkin tindak bunuh diri bisa terlaksana.
Perlu informasi dan edukasi ketika dorongan impulsivitas itu muncul. Sudah seharusnya pelaku maupun orang terdekat menghubungi petugas medis atau langsung membawa ke rumah sakit. Karena impulsivitas merupakan kondisi kegawatdaruratan psikiatri.
Mengenali Perasaan dan Pikiran Melakukan Tindakan Bunuh Diri
Apapun masalahnya, perasaan dan pemikiran orang-orang yang mempunyai kecenderungan bunuh diri cenderung serupa di seluruh dunia.
Perasaan | Pikiran |
Sedih, tertekan | Aku harap aku mati |
Kesepian | Aku tidak bisa melakukan apapun |
Tidak berdaya | Saya tidak sanggup lagi |
Putus harapan | Saya seorang pecundang dan beban bagi yang lain |
Tidak berguna | Orang lain akan lebih bahagia tanpa saya |
Banyak orang yang sulit memahami kenapa seseorang memiliki pemikiran untuk bunuh diri. Sementara yang lain tetap bertahan meskipun sama-sama mendapatkan tekanan hidup yang bermakna.
Alasan Melakukan Tindakan Bunuh Diri
Edwin S. Shneidman (1996) merangkum 10 pemikiran orang yang memiliki kecenderungan bunuh diri. Berikut rangkumannya:
- Sasaran bunuh diri umumnya untuk mencari solusi.
- Tujuan bunuh diri pada umumnya adalah penghilangan kesadaran.
- Stimulus bunuh diri pada umumnya adalah rasa sakit psikologis yang tak dapat ditoleransi.
- Stresor dalam tindakan bunuh diri umumnya adalah kebutuhan psikologis yang tidak terpenuhi.
- Emosi umum yang dialami dalam bunuh diri adalah keputusasaan dan ketidakberdayaan.
- Kondisi kognitif yang umum dalam bunuh diri adalah ambivalensi.
- Kondisi perseptual yang umum dalam bunuh diri adalah bunuh diri merupakan keadaan terdesak.
- Tindakan yang umum dalam bunuh diri adalah agresi
- Tindakan interpersonal yang umum dalam bunuh diri adalah pengungkapan niat.
- Pola umum dalam bunuh diri adalah gaya konsistensi di sepanjang hidup.
Berdasarkan alasannya, bunuh diri terdiri atas:
Bunuh diri tipe histrionik atau tipe impulsif
Pelaku bunuh diri pada tipe ini melakukan bunuh diri hanya untuk mencari perhatian dari orang-orang terdekat. la mencari ketegangan yang ditimbulkan dari dari usaha bunuh diri.
Kondisi tersebut menimbulkan perasaan puas karena pelaku senang akan berspekulasi. Ciri khasnya adalah upaya bunuh diri yang berlebihan dan dilakukan secara berulang ulang.
Bunuh diri karena merasa tidak ada harapan
Pelaku bunuh diri merasa bahwa tidak ada lagi pilihan dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam kehidupannya. Ia merasa jalan keluar satu-satunya adalah bunuh diri.
Bunuh diri karena halusinasi
Pelaku bunuh diri mengalami hulusinasi auditorik tipe memerintah (commanding) yang menyuruhnya untuk melakukan tindakan bunuh diri. Halusinasi ini biasanya dapat ditemui pada psikotik maupun pada pengguna zat psikoaktif.
Bunuh diri rasional
Pelaku melakukan suatu tindakan bunuh diri didasarkan atas alasan-alasan yang rasional menurut kepercayaannya. Misalnya para pelaku yang melakukan sabotase sebuah pesawat terbang dan melaksanakan aksi bom bunuh diri. Mereka menilai perbuatannya itu adalah tindakan yang mulia. Menganggap mati suci sebagai martir.
Mitos dan Fakta Tentang Bunuh Diri
Mitos dan fakta tentang bunuh diri yang beredar di masyarakat cukup banyak. Tak jarang justru menjadi faktor penghambat dalam memberikan pertolongan. Berikut tabel antara mitos dan fakta yang ditemukan pada kasus bunuh diri.
No | Mitos | Fakta |
1 | Orang yang bicara mengenai bunuh diri, tidak akan melakukannya | Kebanyakan orang yang bunuh diri telah memberikan peringatan yang pasti dari keinginannya |
2 | Orang dengan kecenderungan bunuh diri (suicidal people) berkeinginan mutlak untuk mati | Mayoritas dari mereka ambivalen (mendua, antara keinginan untuk bunuh diri tapi takut mati) |
3 | Bunuh diri terjadi tanpa peringatan | Orang dengan kecenderungan bunuh diri seringkali memberikan banyak indikasi |
4 | Perbaikan setelah suatu krisis berarti risiko bunuh diri telah berakhir | Banyak bunuh diri terjadi dalam periode perbaikan saat pasien telah mempunyai energi dan kembali ke pikiran putus asa untuk melakukan tindakan destruktif. |
5 | sekali seseorang cenderung bunuh diri, ia selalu cenderung bunuh diri. | pikiran bunuh diri tidak permanen dan untuk beberapa orang tidak akan melakukannya kembali |
6 | hanya orang miskin yang melakukan bunuh diri | bunuh diri dapat terjadi pada semua orang tergantung pada keadaan sosial, lingkungan, ekonomi dan kesehatan jiwa |
7 | bunuh diri selalu terjadi pada pasien gangguan jiwa | pasien gangguan jiwa mempunyai risiko lebih tinggi untuk bunuh diri, tapi bunuh diri dapat juga terjadi pada orang yang sehat fisik dan jiwanya |
8 | menanyakan tentang pikiran bunuh diri dapat memicu orang untuk bunuh diri | bertanya tentang bunuh diri tak akan memicu bunuh diri. Bila tak menanyakan pikiran bunuh diri, tak akan dapat mengidentifikasi orang yang berisiko tinggi untuk bunuh diri |
Memahami mitos dan fakta akan menjadi dasar pertimbangan untuk melakukan pertolongan dan intervensi dini secara tepat sesuai kebutuhan. Bukan berdasarkan asumsi atau pendapat yang tidak berdasar.
- TERIMA KASIH ATAS DUKUNGAN KAMU YANG TELAH MEMBACA TULISAN INI SAMPAI SINI.
- Saya sangat senang bisa menyempatkan waktu di tengah kesibukan yang padat untuk membuat konten seperti ini.
- Masukan dan kontribusi kamu sangat berarti bagi saya.
- Jika kamu ingin menyampaikan masukan, atau berkontribusi dalam berbagi pengetahuan, pengalaman, serta informasi positif lainnya di website ariefrd.id, kamu bisa mengirimkan melalui email.
Semoga kita dapat bersama-sama membantu dalam membangun masyarakat yang lebih baik, dengan berbagi tulisan. Karena berbagi berarti berkehidupan! Sekali lagi, terima kasih banyak atas dukungannya, dan saya berharap semua aktivitas yang kita jalankan saat ini berjalan dengan baik dan dalam penyertaan yang ALLAH Yang Maha Kuasa. Salam sukses untuk Kita semua!
—
Sumber: Modul Penanganan Faktor Bunuh Risiko Bunuh Diri, Tim Penanganan dan Penanggulangan Bunuh Diri Kabupaten Gunungkidul.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.