Teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang paling banyak digunakan oleh peneliti kualitatif. Teknik wawancara dapat dilakukan dengan cara melakukan percakapan atau tanya jawab dengan orang lain atau responden atau subjek yang berhubungan dengan penelitian.

Teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara biasanya sering dihubungkan dengan jurnalistik. Namun teknik pengumpuan data ini juga dapat dilakukan oleh pihak lain untuk berbagai keperluan, misalnya penelitian.

Pengertian Teknik Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang untuk mendapatkan keterangan atau pendapatnya tentang suatu hal atau masalah. Orang yang mewawancara disebut pewawancara atau interviewer dan orang yang diwawancara disebut pemberi wawancara atau interviewee atau disebut juga sebagai responden.

Lihat Juga: Penerapan SPM Bidang Sosial | PSRPD Mensenetruwitu, Panti Sosial di Jawa Barat

Teknik pengumpulan data ini dapat juga dilakukan seperti halnya dalam percakapan biasa. Namun teknik wawancara adalah pertukaran informasi, opini, atau pengalaman dari satu orang ke orang lainnya. Dalam sebuah percakapan, pengendalian terhadap alur diskusi terjadi bolak-balik beralih dari satu orang ke orang yang lain.

Hal-Hal Penting Dalam Teknik Wawancara

Pewawancara adalah orang yang menyebabkan terjadinya diskusi dan menentukan arah dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Perbedaan antara wawancara dengan percakapan biasa adalah bahwa wawancara bertujuan pasti, menggali pemasalahan yang ingin diketahui.

Sedangkan percakapan biasa tidak mempunyai tujuan yang jelas dan biasanya tidak ada akar permasalahan yang akan dibahas secara khusus.

Pewawancara tidak memaksakan responden untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan, namun dapat membujuk agar bersedia memberikan keterangan yang diperlukan. Selain itu pewawancara harus benar-benar meredam egonya dan pada saat yang bersamaan harus melakukan pengendalian tersembunyi.

Misalnya: saat wawancara, pewawancara lebih banyak bicara dan ingin menunjukkan kesan lebih pintar dari respondennya. Hal ini menggambarkan pewawancara yang tidak dapat atau gagal meredam egonya.

Pewawancara perlu memantau semua yang diucapkan oleh dan bahasa tubuh dari orang yang diwawancara. Pewawancara juga harus mengusahakan untuk menciptakan suasana santai dan tidak mengancam, suasana yang kondusif yang membuat proses wawancara dapat berlangsung dengan lancar.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Dalam Teknik Wawancara Tatap (Dimodifikasi)

Di bawah ini digambarkan sebuah model yang menggambarkan berbagai variabel yang mempengaruhi proses dalam teknik wawancara.

  1. Situasi Wawancara : waktu,  tempat, kehadiran orang ketiga, sikap lingkungan sosial
  2. Pewawancara : karakter, keterampilan, motivasi, rasa aman
  3. Responden : karakter, daya tangkap, daya jawab
  4. Isi Pertanyaan : peka, sulit dijawab, menarik, banyak

Agar memudahkan penjelasannya, model diatas tidak seratus persen dicontoh sama dengan sumber aslinya. Intinya, komunikasi dua arah di antara pewawancara dengan responden, di samping dipengaruhi oleh karakteristik dan kemampuan masing-masing pihak, di pengaruhi juga oleh variabel lain, yaitu situasi dimana wawancara berlangsung dan isi pertanyaan.

Misalnya, kalau kemampuan berkomunikasi pewawancara kurang baik dan juga belum mengikuti pelatihan wawancara, respondennya tidak bisa baca tulis, maka bisa terjadi situasi yang disebut dengan istilah: communication breakdown.

Apalagi jika di ruang wawancara ada bapak Camat, lalu pertanyaannya tentang kebijakan kantor kecamatan dalam mendorong partisipasi masyarakat. Hasilnya sudah bisa diduga kira-kira bagaimana.

Kekuatan Dan Kelemahan Teknik Wawancara

Dalam buku Methods of Social Research (Bailey : 1978) menguraikan berbagai kekuatan dan kelemahan teknik wawancara dalam suatu penelitian.

Kekuatan teknik wawancara

Flexibility

Pewawancara dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan situasi yang dihadapi pada saat itu. Jika dia menginginkan informasi yang mendalam maka dapat melakukan probing.

Demikian pula jika ingin memperoleh informasi tambahan, maka dia dapat mengajukan pertanyaan tambahan. Bahkan jika sebuah pertanyaan dianggap kurang tepat ditanyakan pada saat itu, dia bisa menundanya.

Response rate

Maknanya, teknik wawancara cenderung ditanggapi secara lebih baik dibandingkan dengan kuesioner yang diposkan. Responden yang tidak mampu menulis atau membaca tetap bisa menjawab pertanyaan, demikian pula mereka yang malas menulis.

Banyak responden yang lebih menyukai mengeluarkan pandangannya secara lisan daripada tulisan.

Nonverbal behavior

Pewawancara dapat mengobservasi perilaku nonverbal, Misalnya rasa suka, rasa tidak suka, atau perilaku lainnya pada saat pertanyaan diajukan dan dijawab oleh responden.

Control over environment

Pewawancara dapat mengatur lingkungan di mana wawancara dilakukan. Misalnya di ruangan tersendiri, atau tanpa kehadiran orang lain. Hal ini mencegah terjadinya jawaban yang diintervensi pihak lain.

Question order

Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga responden dapat memahami maksud penelitian secara lebih baik. Hal ini juga dapat menjamin pertanyaan dapat terjawab semuanya, kecuali memang respondennya tidak bersedia menjawabnya.

Spontaneity

Pewawancara dapat merekam jawaban-jawaban yang spontan. Dalam hal tertentu jawaban spontan bisa lebih jujur dan informatif, kurang normatif.

Respondent alone can answer

Jawaban tidak dibuat oleh orang lain tetapi oleh responden yang telah kita tetapkan.

Completeness

Pewawancara dapat memperoleh jawaban atas seluruh pertanyaan yang diajukan.

Time of interview

Pewawancara dapat menyusun jadwal wawancara yang relatif pasti. Kapan, di mana, sehingga data yang diperoleh tidak keluar dari rancangan penelitian.

Greater complexity of questionnaire

Kuesioner umumnya berisikan pertanyaan yang mudah dijawab oleh responden. Melalui wawancara, dapat ditanyakan hal-hal yang rumit dan mendetail.

Baca Juga: Teknik Observasi: Teknik Dalam Pengumpulan Data

Kelemahan teknik wawancara

Cost

Biaya supervisi lapangan, biaya latihan pewawancara, biaya perjalanan serta pemondokan, imbalan bagi responden, dan lain sebagainya.

Di Amerika dan Eropa khususnya, biaya yang harus pas dikeluarkan untuk seorang responden bisa sampai dengan 100 dolar pada tahun 1995 (Cooper dan Emory). Artinya kalau respondennya 100 orang, peneliti harus menyediakan uang sekitar 75 juta rupiah. Di Indonesia belum ada tarif yang bisa diterima umum ketika seorang peneliti mewawancarai responden.

Time

Waktu wawancara tidak dapat dilakukan kapan saja. Kadang responden hanya punya waktu sedikit, sehingga untuk menjawab seluruh pertanyaan diperlukan beberapa kali wawancara.

Berdasarkan pengalaman, penelitian yang sampelnya banyak dan secara geografis berbeda domisilinya, bisa memakan waktu sekitar enam bulan.

Interview bias

Walau telah dilakukan tatap muka, namun kesalahan bertanya dan juga kesalahan menafsirkan jawaban, masih bisa terjadi. Sering terjadi atribut (jenis kelamin, etnik, status sosial, jabatan, usia, pakaian, penampilan fisik) responden dan juga pewawancara mempengaruhi jawaban.

Inconvenience

Karena kesibukan atau alasan lainnya, tidak sedikit responden mau diwawancarai. Namun, karena sudah janji, responden tetap mau menjawab pertanyaan walau dalam kondisi tertekan, sakit, atau mengalami gangguan lainnya. Dan hal tersebut berpengaruh pada kualitas jawaban.

Berdasarkan banyak penelitian di bidang manajemen sumber daya manusia, pimpinan perusahaan lebih sering melarang peneliti mewawancarai pegawainya. Kalau wawancara dilakukan di rumah juga sama. Mungkin mereka tidak punya waktu atau bisa juga karena mereka takut didatangi oleh orang asing.

Less anonymity

Dibanding melalui kuesioner, melalui wawancara responden sulit menyembunyikan identitas dirinya. Artinya pewawancara bisa dipandang mempunyai potensi yang bisa mengancam dirinya, sehingga jawaban harus dilakukan secara ekstra hati-hati. Apalagi jika jawabannya direkam dalam sebuah rekaman.

Less standardized question wording

Pertanyaan sering kali kurang baku. Responden yang berbeda bisa ditanyakan dengan kalimat yang berbeda bahkan isinya berbeda pula. Fleksibilitas ternyata bisa merupakan kekuatan namun dapat pula merupakan kelemahan teknik wawancara.

Rambu-Rambu Dalam Teknik Wawancara

Ada bermacam cara pembagian jenis wawancara. Berikut dijelaskan dua macam di antaranya.

Cara pembagian pertama (Patton :1980)

Wawancara pembicaraan informal

Wawancara jenis ini pertanyaan yang diajukan sangat tergantung pada pewawancara itu sendiri, tergantung pada spontanitas pewawancara dalam mengajukan pertanyaan. Hubungan antara pewawancara dengan yang diwawancara adalah dalam suasana biasa, wajar dan pada latar alamiah. Kadang yang diwawancara tidak menyadari jika dirinya sedang diwawancara.

Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara

Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok bahasan yang akan ditanyakan. Pokok-pokok tersebut dapat ditanyakan tanpa harus berurutan.

Wawancara baku terbuka

Wawancara jenis mini menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-kata dan cara penyajian pertanyaan untuk setiap responden adalah sama. Wawancara jenis ini digunakan untuk menghindari kemungkinan terjadinya “kemencengan” (bias).

Cara pembagian kedua (Guba dan Lincoln : 1981)

Wawancara oleh tim atau panel

Wawancara yang dilakukan oleh beberapa orang sekaligus (dua atau lebih) terhadap seseorang.

Wawancara tertutup dan wawancara terbuka (covert and overt)

Pada wawancara tertutup biasanya pihak yang diwawancarai tidak sedang mengetahui atau tidak menyadari bahwa dirinya diwawancarai. Mereka tidak mengetahui tujuan wawancara tersebut. Sedangkan wawancara terbuka, pihak yang diwawancara mengetahui dengan pasti maksud dan tujuan wawancara tersebut.

Wawancara riwayat secara lisan

Wawancara jenis ini adalah wawancara yang dilakukan terhadap orang yang pernah membuat sejarah atau karya ilmiah, sosial, pembangunan dan sebagainya. Wawancara ini dimaksudkan untuk mengungkapkan riwayat hidup, pekerjaan, kesenangan dan keseharian lainnya.

Wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pertanyaannya ditetapkan sendiri oleh pewawancara. Tujuannya adalah untuk mencari jawaban atas sebuah dugaan atau hipotesis.

Sedangkan wawancara tak terstruktur merupakan wawancara yang memiliki ciri kurang diinterupsi dan arbiter. Wawancara ini digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku, atau informasi tunggal. Wawancara dilakukan dengan lebih bebas dan orang yang diwawancarai merupakan orang terpilih atau memiliki kekhasan.

Syarat Utama Keberhasilan Teknik Wawancara

Tersedianya informasi yang diperlukan dalam diri responden

Pewawancara harus mempunyai informasi lengkap tentang diri responden. Artinya apakah responden yang akan diwawancarainya. mempunyai informasi yang ingin diperoleh. Ada istilah yang populer yaitu bahwa responden yang akan diwawancarai harus yang rich information.

Responden harus benar-benar mengerti apa yang harus dilakukannya

Agar responden memahami apa yang harus dilakukannya, maka peneliti harus dapat menjelaskan bagaimana seharusnya responden menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Peneliti boleh saja memberikan pelatihan singkat dan motivasi kepada responden.

Motivasi responden untuk mau bekerja sama harus tinggi

Motivasi responden merupakan tanggung jawab peneliti. Bagaimana cara mendorong responden mau menjawab dengan baik dan lengkap banyak ditentukan oleh pendekatan serta insentif yang diberikan oleh peneliti.

Tantangan Pengumpulan Data Dengan Teknik Wawancara

Memang lebih mudah membicarakan pengumpulan data melalui teknik wawancara dibanding dengan melaksanakannya. Hal ini dikarenakan kondisi lapangan yang sangat bervariasi, menyebabkan apa-apa yang seharusnya dilakukan oleh pewawancara menjadi kurang atau bahkan tidak terjadi.

Pewawancara tidak sekedar harus mengerti apa yang seharusnya dilakukan, tetapi juga harus kreatif menangani persoalan yang muncul di lapangan. Tidak jarang responden memberikan respons yang tidak sesuai dengan harapan pewawancara.

Tugas pewawancara tidak hanya bertanya, tetapi juga mendengarkan dengan seksama, merekam apa yang didengarnya, dan melakukan pertanyaan ulang dan mendalam jika diperlukan. Agar tugas-tugas tersebut dapat dilakukannya dengan baik, mak pewawancara harus melatih diri dan mempersiapkan proses wawancara sebaik mungkin.

Di bawah ini disajikan tahapan-tahapan yang secara umum dilakukan oleh sebagian besar pewawancara pada saat mereka berupaya mencari informasi dari responden penelitiannya.

Memberikan pelatihan

Setiap interaksi yang berlangsung dalam situasi sosial yang berbeda mempunyai dampak psikologis yang berbeda pula. Artinya walau pewawancara sudah mempunyai pengalaman dalam mewawancarai responden, namun penyelenggaraan pelatihan buat pewawancara masih diperlukan.

Sasaran yang ingin dicapai oleh pelatihan teknik wawancara adalah memberikan bekal kepada pewawancara berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan wawancara yang sesuai dengan karakteristik penelitian. Soal waktu, tempat, dan hal-hal yang bersifat teknis proses pelatihan, sangat relatif. Yang bersifat prinsip adalah isi pelatihan itu sendiri.

Beberapa butir isi pelatihan yang umumnya disarankan adalah sebagai berikut.

  1. Penjelasan tentang tujuan dan kegunaan penelitian.
  2. Penjelasan tentang karakteristik (umum) responden yang akan diwawancarai. Usia, jenis kelamin, pendidikan, budaya, kondisi ekonomi, status sosial, dan lain sebagainya.
  3. Penjelasan peran apa yang harus dibawakan oleh pewawancara.
  4. Penjelasan tentang konsep penelitian.
  5. Penjelasan tentang butir-butir pertanyaan yang akan diajukan (menjelaskan maksud pertanyaan tersebut).
  6. Penjelasan tentang cara pencatatan, perekaman jawaban responden.
  7. Penjelasan tentang cara menggali (probing).
  8. Penjelasan tentang cara pengisian dan arti semua tanda yang ada dalam daftar pertanyaan.
  9. Prosedur teknik wawancara, mulai dari memperkenalkan diri sampai dengan menutup wawancara.
  10. Antisipasi menghadapi masalah yang tidak diinginkan.
  11. Latihan praktik wawancara di dalam kelas dan di lapangan (cari yang telah dikenal responden).
  12. Diskusi tentang hasil latihan praktik wawancara.

Di samping isi pelatihan, kualifikasi pewawancara juga harus diperhatikan. Pada saat seleksi calon pewawancara hendaknya dipilih mereka yang memiliki good communication skills dan tingkat toleransi akan perubahan waktu, dan juga penuh kesabaran.

Meningkatkan penerimaan responden

Sasaran awal yang harus bisa dicapai oleh pewawancara adalah terbangunnya hubungan yang akrab dengan responden. Menurut Cooper dan Emory (1995) ada tiga hal yang bisa meningkatkan penerimaan responden dalam wawancara, yaitu :

Upayakan agar responden percaya bahwa pengalaman yang segera akan terjadi, menyenangkan dan memuaskan dirinya. Umumnya responden mau dengan terbuka menyatakan pendapatnya dan juga bekerja sama jika pewawancara menunjukkan perilaku yang bisa dipercaya.

Membangun rasa percaya responden

Misalnya, jika proses wawancara akan direkam melalui tape recorder sebaiknya minta persetujuan responden. Atau jika responden minta identitasnya tidak disebutkan dalam laporan, pewawancara harus bisa memberikan jaminan.

Jelaskan Manfaat wawancara dalam pengumpulan data

Upayakan responden merasa bahwa wawancara yang berlangsung dengan dirinya memang sangat berguna. Untuk itu pewawancara harus bisa menjelaskan dengan baik maksud dan kegunaan penelitian itu, tidak hanya bagi diri peneliti, tetapi juga bagi pihak-pihak lain termasuk mungkin si responden tersebut.

Rasa aman dan nyaman

Upayakan agar responden memiliki rasa aman dan nyaman. Responden sering kali curiga terhadap pewawancara. Sehingga dalam menjawab pertanyaan, mereka ekstra hati-hati. Pewawancara harus bisa memberi jaminan bahwa jawaban responden tidak membuat dirinya menjadi terancam, atau hal lain yang sejenis.

Mengajukan pertanyaan

Ajukan pertanyaan sesuai dengan pedoman wawancara (interview schedules), jika ingin memperoleh jawaban yang lebih mendalam, lakukan probing. Walau sudah ada pedoman dalam teknik wawancara, jika terpaksa pewawancara dapat menambah pertanyaan lain yang dianggap penting.

Jika ada pertanyaan yang seharusnya ditanyakan, tetapi sudah terjawab (dalam jawaban atas pertanyaan lain atau berdasarkan pengamatan), maka lewatkan saja. Upayakan suasana wawancara tidak seperti interogasi. Komunikasi dua arah sebaiknya diciptakan.

Kadang jawaban responden tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan. Sebelum “ke mana-mana”, seharusnya pewawancara memperjelas pertanyaan tadi dengan kata-kata/bahasa/susunan kalimat yang lain yang diperkirakan lebih bisa dipahami.

Jika responden tidak mau menjawab satu pertanyaan tertentu, sebaiknya tidak dipaksa. Alihkan dahulu ke pertanyaan lain dan pada akhir wawancara boleh dicoba dengan cara lain mengajukan pertanyaan yang belum dijawabnya.

Merekam jawaban responden

Perlu diingat benar oleh pewawancara bahwa wawancara dengan seorang responden hanya dilakukan satu kali. Artinya pewawancara harus benar-benar bisa merekam jawaban responden dengan baik (benar dan lengkap).

Paling ideal, seorang pewawancara dibantu oleh orang lain yang tugasnya adalah merekam jawaban responden. Jika tidak mungkin upayakan jawaban responden direkam melalui alat perekam elektronik (tape recorder). Apabila kedua hal tersebut tidak mungkin dilakukan maka pewawancara harus mampu merekam sendiri jawaban responden.

Umumnya, biarkan responden menjawab pertanyaan, dan pewawancara segera mencatat semua yang dikatakannya. Apabila ada kata atau kalimat yang kurang jelas maka pewawancara dapat meminta responden menjelaskan ulang kata atau kalimat tadi.

Agar jawaban yang direkam relatif lengkap upayakan pewawancara memiliki singkatan-singkatan, atau tanda-tanda baca lainnya yang tertentu yang dimengertinya. Untuk meyakinkan apakah yang dicatat benar atau sesuai dengan apa yang dimaksud oleh responden, tidak. ada salahnya intisari jawaban responden dikatakan ulang oleh pewawancara.

Mengakhiri wawancara

Walau pewawancara sadar bahwa wawancara hanya dilakukan satu kali. Namun untuk menjaga kemungkinan negatif, sebaiknya di akhir wawancara, pewawancara harus memberi kesan bahwa dia masih ingin melakukan pembicaraan lagi. Dengan demikian, agar pewawancara dapat diterima kembali maka akhir dari suatu wawancara haruslah baik pula.

Semoga tulisan mengenai teknik wawancara dalam pengumpulan data ini dapat bermanfaat.