Kedudukan Wakaf

Wakaf Harta Benda – Dalam Islam amalan wakaf memiliki kedudukan yang sangat penting seperti halnya zakat dan sedekah. Wakaf mengharuskan seorang muslim untuk merelakan harta benda yang diberikan untuk digunakan dalam kepentingan ibadah dan kebaikan. Harta benda wakaf yang sudah diberikan sudah bukan menjadi hak milik pribadi melainkan menjadi hak milik umat.

Wakaf merupakan salah satu instrument keuangan Islam yang mempunyai fungsi cukup penting dalam perkembangan perekonomian Islam terutama bagi perekonomian negara-negara Muslim termasuk Indonesia. Ini menunjukkan betapa pentingnya pemberdayaan harta benda wakaf produktif untuk meningkatkan ekonomi umat.

Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, telantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum.

Tidak tertib dan kurang efisiennya pelaksanaan wakaf bukan hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Muncul hal tersebut, bisa jadi karena sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf.

Harta benda wakaf seharusnya dilindungi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

Oleh karena itu, melakukan pengelolaan wakaf berarti mengembangkan harta benda yang produktif untuk generasi yang akan datang sesuai dengan tujuan wakaf, baik berupa manfaat, pelayanan dan pemanfaatan hasilnya.

Padahal apabila wakaf dikembangkan secara benar, maka akan memiliki nilai yang sangat strategis untuk meningkatkan perekonomian ummat dan lambat dan akan mengurangi kesenjangan antara kaum aghnia’ dan kaum dhu’afa.

Pengertian Wakaf

Wakaf diambil dari kata waqafa yang menurut bahasa berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum Islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syariat Islam.

Wakaf saat ini dipandang sebagai aset produktif yang dapat dikembangkan melalui berbagai kegiatan pengembangan produksi baik yang bersifat pengembangan ranah ibadah maupun muamalah.

Lihat Juga:

Lebih Baik Hati-Hati Dengan Sikap Sombong

Konsep Autophagisom: Menghantarkan Dalam Meraih Nobel

Landasan Hukum Wakaf

Landasan hukum wakaf berasal dari Al-Qur‟an dan hadits. Meskipun secara eksplisit di Al-Qur‟an tidak terdapat kata waqafa lil maal. Namun, landasan utama hukum wakaf dalam Al-Qur‟an diambil dari surat Al-Baqarah ayat 267 dan surat Ali Imran ayat 92.

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (TQS. al Baqarah:267)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa umat Islam yang beriman kepada Allah hendaklah memberi sedekah/zakat/wakaf dengan harta benda yang baik dari hasil usaha yang telah dilakukan dengan cara yang halal.

Begitu pula dari sumber daya alam yang dikelola oleh seseorang baik berupa hasil pertanian perkebunan agar dinafkahkan di jalan Allah dengan hasil yang baik dan maksimal bukan dengan hasil yang jelek atau buruk baik ia mengetahui hal tersebut atau pura-pura tidak tahu. Karena, bersedekah di jalan Allah adalah hak Allah yang harus kita tunaikan sebagai hambanya.

Lebih lanjut, pada surat Ali Imran ayat 92 Allah berfirman yang artinya:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (TQS. Ali Imran: 92)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang Mukmin atau orang yang beriman, tidak akan memperoleh kebajikan dan kebaikan sempurna dan diridai seperti yang diharapkan, kecuali ia mengeluarkan sebagian barang atau harta yang ia cintai untuk berbagai di jalan Allah.

Apa pun yang ia keluarkan dari hartanya itu, sedikit atau banyak, berupa materi atau lainnya, pasti diketahui Allah. Sebab, Allah Maha Mengetahui, dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya, baik di langit maupun di bumi.

Sementara itu, dasar hukum wakaf dari hadist rasulullah diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya:

“Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputus darinya amalnya kecuali dari tiga hal (yaitu): dari sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (THR. Muslim).

Lebih lanjut, hadist lain yang lebih dekat dengan praktik wakaf adalah hadist tentang tanah khaibar.

Dari Ibnu Umur r.a. (dilaporkan) bahwa „Umar Ibn al-Khattab memperoleh sebidang tanah di Khaibar, lalu beliau datang kepada Nabi Saw untuk minta instruksi beliau tentang tanah tersebut. Katanya: Wahai Rasulullah, saya memperoleh sebidang tanah di Khaibar yang selama ini belum pernah saya peroleh harta yang lebih berharga dari saya dari padanya. Apa instruksimu mengenai harta itu? Rasulullah bersabda: Jika engkau mau, engkau dapat menahan pokoknya (melembagakan bendanya) dan menyedekahkan manfaatnya. Ibnu Umar lebih lanjut melaporkan: Maka Umar menyedekahkan tanah itu dengan ketentuan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Ibnu Umar berkata: Umar menyedekahkankannya kepada orang fakir, kaum kerabat, bidak belian, sabilillah, ibn sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi orang yang menguasai tanah wakaf itu (mengurus) untuk makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta. (THR Bukhari).

Baca juga : Lebih Baik Hati-Hati Dengan Sikap Sombong

Rukun Wakaf

Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf menurut fiqh ada 4 (empat) macam, yaitu:

Waqif (orang yang mewakafkan),

Wakif ialah orang, atau badan hukum yang mewakafkan benda miliknya. Adapun organisasi dan badan hukum diwakili oleh pengurusnya yang sah menurut hukum dan memenuhi ketentuan organisasi atau badan hukum untuk mewakafkan harta benda miliknya sesuai dengan ketentuan anggaran dasarnya.

Mauquf ‘alaih (pihak yang diserahi wakaf),

Mauquf ‘alaih dalam literatur fiqh kadang diartikan orang yang diserahi mengelola harta benda wakaf, yang sering disebut nazir, kadang juga diartikan peruntukan harta benda wakaf. Bila diartikan Mauquf ‘alaih sebagai nazir, dalam literatur fiqh kurang mendapat porsi pembahasan yang detail oleh para ahli fiqh yang terpenting adalah keberadaan Mauquf ‘alaih mampu mewujudkan peruntukan benda wakaf (makna lain dari Mauquf ‘alaih).

Hal tersebut terpengaruh oleh unsur tabarru’ (kebaikan) yang meliputi peruntukan ibadah dan sosial (umum) kecuali yang bertentangan dengan Islam (ideologi) dan maksiat. Pengaruh lain adalah karena pemahaman bahwa wakaf termasuk akad sepihak yang tidak membutuhkan adanya qabul dan salah satu pendapat boleh hukumnya wakaf kepada diri sendiri.

Mauquf (harta yang diwakafkan),

Benda wakaf adalah segala benda baik yang bergerak atau tidak bergerak. Benda ini disyaratkan memiliki daya tahan dan tidak habis hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam. Selain itu benda milik pelaku wakaf, bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan sengketa. Dalam madzhab Hanafi benda wakaf juga dapat berupa uang, yaitu dinar dan dirham.

Shighat atau iqrar (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan)

Iqrar (pernyataan) wakaf adalah pernyataan kehendak untuk melakukan wakaf, dan harus dilakukan secara lisan dan/atau tulisan oleh wakif secara jelas dan tegas kepada nazir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan 2 orang saksi. PPAIW kemudian menuangkannya dalam bentuk ikrar wakaf.

Selanjutnya adalah nazir, hal ini dapat terdiri dari perorangan, organisasi atau badan hukum. Apabila perorangan, nazir harus memenuhi syaratsyarat, berupa dewasa, sehat akal dan cakap bertindak hukum.

Wakaf di Indonesia

Di Indonesia syarat wakaf telah diatur dalam UU No. 41/2004 tentang Perwakafan. Selain empat unsur di atas dimasukkan juga peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf.

Syarat Melakukan Wakaf

Untuk orang yang berwakaf disyaratkan orang yang merdeka; harta yang diwakafkan milik sempurna dari orang yang berwakaf; Sudah mencapai usia baligh dan berakal (sempurna); dan  cerdas.

Tujuan Wakaf

Wakaf dilakukan untuk suatu tujuan tertentu yang ditetapkan oleh wakif dalam ikrar  wakaf. Dalam menentukan tujuan wakaf berlaku asas kebebasan kehendak dalam batas-batas tidak bertentangan dengan hukum syariah, ketertiban umum dan kesusilaan.

Wakaf dilarang dijual, dihibahkan atau diwariskan. Secara umum pada asasnya tidak dibenarkan melakukan perubahan wakaf dari apa yang ditentukan dalam ikrar wakaf.

Beberapa Pentingnya Wakaf Dalam Pemberdayaan

Ada beberapa hal yang mengakibatkan pentingnya pemberdayaan wakaf di Indonesia.

Kewirausahaan Sosial: Alternatif Dalam Bisnis di Indonesia

Pertama, angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi, yang perlu mendapat perhatian dan langkah-langkah yang konkrit.

Kedua, Kesenjangan yang tinggi antara penduduk kaya dengan penduduk miskin.

Ketiga, Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar, sehingga wakaf memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan

Keempat, Sejumlah bencana yang terjadi sering mengakibatkan terjadinya defisit APBN, sehingga diperlukan kemandirian masyarakat dalam pengadaan public goods.

Perubahan Peruntukan Wakaf

Perubahan itu hanya dimungkinkan karena ada alasan yang lebih kuat berdasarkan prinsip istihsan. Peraturan Perundangan di Indonesia juga menetapkan bahwa peruntukan wakaf itu dilakukan oleh wakif pada waktu membuat pernyataan ikrar wakaf.

Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan tidak boleh dijadikan jaminan, disita, dijual, dihibahkan, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Namun dikecualikan penggunaan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.

Perubahan peruntukan wakaf hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin Menteri Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.

Diambil dari Tulisan: Hepy Kusuma Astuti. “Pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan wakaf produktif”. Ponorogo: Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI).

Eksplorasi konten lain dari Ariefrd.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca